Papers Today

Becak Tua, Kendaraan Surga

Website | + posts

Administrator maduratoday.com

Madura Today – Bersedekah bukanlah bicara tentang kaya atau miskin, karena sejatinya bersedekah tergantung niat dan keikhlasan hati untuk berbagi.

Si bapak tua yang tinggal di pelosok desa tepatnya Dinoyo Malang adalah suami sekaligus kepala keluarga. Pekerjaan mengayuh becak sudah 20 tahun dijalaninya.

Kini wajahnya semakin berkerut menginjak usianya yang tak lagi muda, untuk usia 50 tahun ke banyak orang lain akan menghabiskan masa tuanya di rumah bersama keluarga.

Berbeda dengan bapak itu, justru semakin tua tanggung jawabnya semakin besar.

Sebutlah bapak Agus, beliau bukan dari orang kaya yang bisa membeli semua keinginannya, tapi entah mengapa banyak masyarakat yang mengenalinya lewat Budi pekerti yang baik dan sangat ramah tamah terhadap orang lain.

Pekerjaannya sehari hari bukanlah karyawan kantoran yang selalu digaji cukup, bukan pula pegawai pabrik dengan cuan yang tinggi, beliau adalah laki-laki renta yang setiap hari mengayuh sepeda engkol dari satu tempat ke tempat lain.

Ia mencari penumpang dengan profesinya sebagai tukang becak, gaji yang tidak seberapa namun cukup untuk sekedar mengenyangkan perut dirinya dan keluarga.

Setiap hari Jumat tiba, ia sengaja bersedekah dengan mengantar para penumpang ke tempat tujuan tanpa bayaran sepeserpun, jauh ataupun dekat, panas atau hujan sekalipun ia akan tetap mengantar penumpang dengan tanpa imbalan.

Setiap ditanya jawabannya akan tetap sama, “Saya ingin bersedekah dengan cara seperti ini, karena saya tidak punya uang untuk bersedekah seperti orang lain.”  Seperti itu kata-kata pak Agus.

Melihat orang yang lebih berada, orang-orang yang lebih sempurna hidupnya dari pada beliau tidak pernah berfikir bagaimana kayanya hati seorang yang dermawan, bagaimana nikmatnya berbagai dengan sesama.

Namun dalam lubuk hati laki-laki tua renta itu, ia sempatkan berfikir berulang ulang kali, beliau berfikir positif, jika semua yang ia miliki masihlah ada hak orang lain.

Suatu hari, masih dalam hari Jumat, seorang penumpang dibuat penasaran dengan ketulusan hati bapak tua itu, otaknya bertanya tanya, bagaimana seorang bapak tua yang masih memiliki beban keluarga anak istri, malah lebih memilih bersedekah.

Terkejut saat melihat keadaan rumah beliau yang bisa dibilang jauh dari kata sederhana, mungkin jika untuk golongan orang berada, rumah seperti si bapak tua itu lebih dikenal dengan gubuk.

Menangislah hati penumpang tersebut saat melihat perempuan yang tidak jauh umurnya dengan sang suami, keluar rumah dengan mukenah lusuh yang ia kenakan, seketika dirinya merasa sangat malu, berkunjung ke surga dunia.

Bolehlah mereka dikatakan miskin, namun pada kenyataannya orang-orang yang berada di dalamnya adalah para calon penghuni surga.

Air matanya seketika membasahi kedua pipi, penumpang itu masih tertunduk diam seribu bahasa, dia sendiri yang memiliki banyak waktu dibuat sibuk dengan pekerjaannya sehingga lupa untuk sekedar meluangkan waktu lima menit demi dua rakaat fajar.

Ibu itu menyadarkannya betapa rendahnya dia dibandingkan keluarga itu.

Hingga akhirnya laki-laki muda itu berinisiatif untuk membantu mewujudkan keinginan sepasang suami istri tersebut, yaitu berangkat haji.

Tidak usah ditanya betapa bahagianya bapak dan ibu tua ini, berdoa siang malam demi kebutuhan yang cukup, sesekali menyelipkan keinginannya untuk pergi ke baitullah.

Siapa sangka dengan niatnya yang baik dan hitungan sedekah yang tiada pamrih, diam-diam Tuhan mengabulkan sedikit demi sedikit mimpi itu, melalui orang baik akhirnya mereka bisa tersenyum teramat bahagia.

Dari kisah inspiratif ini ada banyak pelajaran yang bisa kita ambil, tentang bagaimana besarnya bersedekah disaat hati dan otak menolak.

Mungkin untuk orang yang punya gaji besar, mereka akan bersedekah kapan saja yang ia mau, namun dari kisah keluarga kecil tadi, mengingatkan kita bahwa dalam keadaan sulit kita juga bisa berbagi dengan cara kita sendiri.

Justru dari kesulitan itulah, nilai pahala kita semakin bertambah di sisi-Nya. Teruslah berbagi, karena berbagi itu indah.

Penulis : Silviyanti
Mahasiswi Semester 3 IAIN Madura

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button