Kepastian
Administrator maduratoday.com
Kepastian
Sudah secara pasti kita akan masuk ke dalam zaman kelam sebuah siklus ekonomi. Di mana jurang resesi sudah di depan mata, dan apa persiapan pemerintah sebagai otoritas pemegang kebijakan dan bagaimana persiapan masyarakat sebagai perasa dari kebijakan itu.
Seacara technical kita sudah masuk ke dalam resesi ekonomi, dimana pertumbuhan ekonomi kita sudah ada di zona merah. Dibutuhkan kelihaian yang luar biasa yang kadang kebijakannya harus di atas nalar untuk memulihkan pertumbuhan. Perkiraan pemerintah kita bahwa pertumbuhan ekonomi -4,2% ternyata jauh lebih dalam lagi terperosok ke -5,1%. Kok bisa..?.
Bisa saja itu terjadi di tengah ketidakpastian hukum yang ada di negara kita semua pelaku usaha hampir semuanya bersentuhan dengan hukum. Dan hukumnya pun tidak ada kepastian. Perijinan yang bertele-tele perubahan aturan yang sering terjadi, Perda dan Undang-undang yang tumpang tindih semua menjadi silang sengkarut dari rapuhnya pilar dan pondasi dari sebuah pertumbuhan ekonomi. Yaitu investasi.
Siapa yang mau berinvestasi di negara yang hampir semuanya lapisannya ada preman. Baik yang berdasi maupun yang preman kampung. Kecurangan hampir terjadi di semua lini. Ini kita sudah masuk ke dalam zona antah berantah. Di mana kepastian hampir tidak ada. Ekonomi masih gelap, dan politik tambah gelap. Karena pasar gelap kekuasaan inilah yamg sebetulnya menjadi biang kerok dari tidak stabilnya ekonomi.
Ekonomi sebuah negara pasti berhubungan dengan politik. Stabilitas ekonomi ditopang oleh stabilitas politik. Dan stabilitas politik ditopang oleh kepastian hukum. Dan dari itulah baru berputarlah yang dinamai siklus pertumbuhan, percepatan dan pemerataan ekonomi.
Di goverment market, kita hampir menghadapi sebuah pasar gelap kekuasaan. Pemeriksaan yang bertele-tele dan hampir semuanya tidak ada kepastian. Bayangkan pekerjaan yang sudah selesai diperiksa oleh inspektorat, diperksa oleh BPK. Misalnya dilaporkan lagi sama oknum masyarakat yang iri dengan pekerjaan itu entah dengan apa motifnya dilaporkan lagi ke aparat hukum dan masih diperiksa lagi. Dan dicarikanlah kesalahan yang dalam pemeriksaan bertele-tele.
Inilah sebetulnya salah satu kendala sampai marahnya Presiden karena rendahnya penyerapan anggaran. Sedangkan mereka bekerja hanya untuk kepentingannya sendiri dan yamg lainnya bekerja untuk mengejar kepentingan pertumbuhan ekonomi negara. Sehingga penyerapan anggaran belanja sebagai salah satu penopang pertumbuhan ekonomi jadi sebuah kenisacayaan, semuanya takut masuk jeruji karena bisa saja suatu saat dipermasalahkan.
Ini sebetulnya penyakit akutnya. Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi harus tampil memberikan warning kepada oknumyang bermain dengan kepentingan seperti itu. Dan saya kira presiden sangat pengalaman dan tahu dengan hal itu. Karena beliau adalah mantan Wali Kota dan Gubernur dan sangat paham betul bagaimana menghadapi preman-preman seperti itu.
Dan yang kita ketahui bahwa pertumbuhan ekonomi kita banyak ditopang oleh sektor konsumsi domestik yang sangat besar bukan dari hanya dari sektor produksi dan ekspor. Kalau belanja negara yang sangat besar itu mandek karena ketakutan bukan hanya oleh virus tapi juga oleh hantu penyebab ketidakpastian maka sudah diperkirakan meski virus pandemi berlalu maka pertumbuhan tetap tidak bisa tercapai.
Karena teori pertumbuhan ekonomi itu kalau swasta tidak berinvestasi karena kesulitan likuiditas seperti zaman pandemi saat ini, maka pemerintah yang harus berinvestasi. Sedangkan uang pemerintah meski ada di rekening tapi tidak bisa atau tidak ada yang berani menggunakan karena sudah diintip sedemikian keras oleh oknum yang pasti akan mempermasalahkan entah dengan motif apa. Inilah yang membuat negara kita sering terjadi ontran-ontran dan gaduh.
Kembali lagi kepada resesi, sudah banyak negara yang mengumumkan secara resmi terjadinya resesi. Singapura, Korsel, Jerman dan Amerika. Sedang Indonesia masih malu-malu sepertinya. Karena itu tadi pemerintah kita akan menghadapi serangan politik dari kanan kiri dari oposisi dan itu sudah wajar. Diiklim demokrasi seperti ini.
Semua asupan energi negara sepertinya sudah habis untuk menjalankan ekonomi. Surat utang, obligasi, suku yang mengatasnamakan negara saat ini sudah tidak begitu diminati. Karena para investor akan mencari negara yang akan memberikan bunga tertinggi , serta ada kepastian hukum dan investasi. Kalau itu tidak ada maka dipastikan surat2 itu tidak akan laku di pasar. Pasar memang kejam ya itulah hukum pasar.
Dan kalau kita lihat potensi berkembang dari negara kita, pada dasarnya negara kita dikaruniai bentang alam yang luas dan jumlah penduduk yang besar yang menopang sektor pertumbuhan. Contoh bagaimana arus barang dan jasa, dari moda transportasinya saja, darat, laut dan udara sudah menyumbang pertumbuhan berapa persen dari pertumbuhan keseluruhan ekonomi.
Ini memerlukan pemimpin yang tahu betul bagaimana mengelola dan memanagemen semua sumber daya yang kita punyai. Dan bagaimana memitigasi kalau terjadi bencana apakah alam dan non alam. Pemimpin harus tahu itu. Bukan malah bingung dan tidak tahu apa yang akan diperbuat.
Penulis : Hairul Anwar, ST
Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Sumenep