BPN Sumenep Melawak Lagi dan Membuat Geram di Gersik Putih
Administrator maduratoday.com
Madura Today – “…Nyatanya, BPN Sumenep datang dengan tangan kosong. Pegawainya hanya bersilat lidah, menjejali warga dengan sekian alibi yang melompong.”
Rabu pagi (24/5), saya datang lebih awal di dusun Tapakerbau, desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura. Pukul 09.36 WIB, saya sudah berteduh di dam kecil, peninggalan Belanda, akses jalan utama menuju pantai yang telah diprivatisasi oleh pemodal.
Warga desa, satu persatu mulai bergabung. Kami bersiap menyambut pegawai BPN Sumenep untuk mengukur ulang pantai seluas 21 hektar yang sudah diprivatisasi dan akan direklamasi.
Sejak awal berkumpul, kami terus berusaha sabar, sebisanya. Meskipun sudah pukul 10.46 WIB, dan pegawai BPN memilih berlama-lama di balai desa, kami berusaha memakluminya.
Mungkin saja, BPN sedang berpura-pura tidak tahu perkara apa yang dihadapinya. Meskipun sudah ada bukti bahwa mereka telah mengeluarkan SHM untuk pantai seluas 21 hektar.
Kami terus bercerita di tengah terik yang semakin kuat. Kami berusaha untuk tidak bosan. Sebab kami bertekad untuk menghormati janji yang sejujurnya bisa dipermainkan oleh pemegang kekuasaan. Buktinya, BPN tidak datang di waktu yang telah dijanjikan.
Tidak lama kemudian, kami dibuat terkejut, bahkan harus tergopoh-gopoh. Dengan setengah berlari, saya dan warga berbegas menuju pantai yang menjadi titik konflik. Sebab pegawai BPN, polisi dan LSM diam-diam telah melakukan peninjauan.
Di antara warga, karena tidak kuat menahan rasa kecewa, misuh-misuh sebisanya. Kok bisa BPN tidak menemui dan mengajak warga penggugat yang sudah menunggu lama? Apa yang ingin dirahasiakannya?
Jujur saja, di Gersik Putih, BPN dan polisi tidak ada niat membela rakyat. Terbukti, setelah berlama-lama di balai desa, mereka melakukan peninjauan tanpa mengajak warga. Warga yang sudah menunggu berjam-jam, disapa saja tidak. Sepertinya demo yang dilakukan ke kantor BPN telah sia-sia.
BPN dan polisi berjarak sekali dengan warga yang masa depannya terancam. Mereka tampak tidak ingin diganggu oleh warga yang menggugat. Sejak saat itu, saya berkesimpulan bahwa pengaruh keramahan di “balai desa” begitu kuat. Di Gersik Putih, perilaku BPN dan polisi, maaf, nyaris bejat. Warga yang menggugat dianggap angin lewat.
Warga yang berjuang seperti tidak perlu diperhatikan. Bahkan warga seperti tidak layak mendapat belas kasihan. Bagi saya, kenyataan ini seperti perilaku hewan. Warga yang menunggu tidak diberi kepastian. Peninjauan malah direncakan dilakukan diam-diam. Maaf, ini sungguh keterlaluan.
Selain membuat geram, karena meninjau secara diam-diam, pegawai BPN yang melakukan peninjauan juga menyampaikan sekian banyak lawakan. Misalnya, saat ditemui, dia meminta warga untuk menunjukkan batas-batas laut yang diperkarakan.
Seketika warga bingung dan banyak yang tersenyum. Sebab 21 hektar pantai yang disertifikat, jelas-jelas diterbitkan oleh BPN. Kok batas lautnya ditanya ke warga yang menggugat?
Saat itu, kedatangan pegawai BPN seperti polisi India yang kesorean. Datang hanya untuk melakukan peninjauan. Lagak pegawai BPN seperti tidak pernah menerbitkan sertifikat privatisasi pantai seluas 21 hektar. Terasa lucunya kan?
Selain itu, meski dengan jelas melihat lautan, pegawai BPN masih berusaha menutupi bukti. Katanya, dia tidak ingin mengatakan bahwa yang ditinjau itu adalah lautan atau bukan. Dia pun mengatakan bahwa peninjauan yang dilakukan bersifat rahasia. Prosedur peninjauannya pun tidak boleh dibeberkan.
Pertanyaannya, jika peninjauan dan hasilnya bersifat rahasia, kenapa ia memilih berlama-lama di balai desa? Warga yang melayangkan gugatan bahkan tidak sekalipun disapa? Pegawai BPN, kala itu, semakin lucu.
Semua lawakan yang BPN Sumenep sampaikan, sama sekali tidak mencerminkan niat baik untuk menyelesaikan gugatan yang warga layangkan. Sama sekali tidak.
Semestinya BPN datang dengan berkas SHM yang telah diterbitkan. Mengecek kebenarannya dan menyampaikan secara humanis kepada warga yang menyuarakan gugatan. Nyatanya, BPN Sumenep datang dengan tangan kosong. Pegawainya hanya bersilat lidah, menjejali warga dengan sekian alibi yang melompong.
BPN Sumenep, teruslah melawak. Kami suka dan semakin benci juga.
Catatan NK Gapura (Jurnalis Kompas TV)
Gapura, 25 Mei 2023