Ancaman Bahaya dari “Si Busok” KPU
Madura Today – Prof. Bambang Sugiharto pernah menyindir: Bisa jadi anda benar, tapi karena anda bukan siapa-siapa, maka anda dianggap ngawur. Namun jika anda terpandang dan “terdidik” pula, maka sindiran itu berlaku sebaliknya.
Paragraf pertama, bagi saya, adalah sebuah usaha untuk memposisikan opini sederhana ini di tengah-tengah pembaca. Opini ini layak dianggap ngawur. Kalau pun ada benarnya, yang pasti saya bukan siapa-siapa. Itu pertama.
Kedua, saya percaya bahwa setiap orang punya keterampilan untuk ngawur. Baik secara harfiah atau kiasan semata. Dan opini ini, saya serahkan kepada pembaca. Apakah ngawurnya kiasan atau harfiah yang nyata?
Saya semakin yakin bahwa dinamika politik dan Pilkada di Sumenep sedang tidak baik-baik saja. Terbaru, KPU sebagai penyelenggara pemilu, seakan mempertegas itu. Maskot Si Busok, yang dilaunching beberapa hari lalu, membawa spirit demokrasi yang sungguh ambigu.
Si Busok, dalam rilis KPU, adalah kepanjangan dari Siap Bebas Umum Serentak Orientasi Kesejahteraan. Kiranya, apa maksud dari orientasi kesejahteraan itu? Siapa yang ingin KPU sejahterakan? Dan seberapa perlu KPU menjadikan frasa itu sebagai landasan dari tanggung jawab yang diemban? Ini layak dicurigai dan “dingawuri” satu persatu.
Pertama, publik harus tahu, siapa objek dan atau subjek dari frasa orientasi kesejahteraan yang dimaksud oleh KPU? Sebab frasa itu bisa disalahgunakan oleh siapapun, termasuk penyelenggara pemilu, dari tingkat komisioner hingga kelurahan.
Mereka bisa berdalih bahwa, demi kesejahteraan, praktik politik jenis apapun bisa dilakukan. Bukankah ini membahayakan? Demokrasi akan semakin berantakan.
Kedua, melalui frasa itu, KPU seakan hendak mendikte para kontestan Pilkada untuk membawa spirit kesejahteraan. Jika memang itu niatannya, maka incumbent akan sangat diuntungkan.
Incumbent cukup membaca dan menunjukkan sekian banyak berita bahwa, gerakan UMKM yang digembar-gemborkannya, adalah contoh nyata dari orientasi kesejahteraan yang sudah ada di depan mata. Jika ini benar, KPU sudah tidak berlaku adil sebagai penyelenggara.
Ketiga, KPU sangat berbeda dengan Kopwan desa. Bagi kelompok wanita di desa, frasa orientasi kesejahteraan adalah tujuan mulia. Tapi jika KPU yang mengutarakan, maka akan menimbulkan banyak prasangka dan kecurigaan.
KPU pasti sadar bahwa maskot yang dilaunchingnya mampu menciptakan personal brand serta membangun persepsi publik. Dan melalui “Si Busok”, KPU seakan memperkuat kesan bahwa orientasi kesejahteraan lebih penting dari orientasi kejujuran.
Terakhir. KPU punya tanggung jawab untuk menjelaskan, mengapa mereka lebih mengedepankan orientasi kesejahteraan daripada orientasi kejujuran? Apakah karena kejujuran sudah tidak mampu memberikan kesejahteraan? KPU harus bicara. Salam awam saja.
Nur Khalis
Nur Kholis atau NK Gapura adalah jurnalis Kompas TV yang bertugas di Madura. Pria kelahiran Sumenep yang juga aktif menulis seputar isu politik, hukum dan kehidupan sosial sehari-hari.