Opini

Nyaba’ Tolo: Menolak Lupa Ikatan Pertunangan ala Manusia Madura

Website | + posts

Administrator maduratoday.com

Madura Today“Untuk menerima, terlebih dahulu kita harus memberi.”

Ungkapan yang kadang muncul di timeline media sosial di atas barangkali ada benarnya juga. Fakta bahwa manusia dan kegiatan saling memberi tidak terpisahkan sejak zaman kuno mungkin saja berkaitan dengan usaha untuk memperoleh kembali apa yang sudah mereka semai.

Asumsi tersebut tentu saja mengabaikan pranala luar akan pemberian yang seharusnya tidak diingat kembali sebagaimana kotoran yang manusia keluarkan saban hari.

Demikian juga dengan ajaran agama yang menganjurkan agar pemberian hendaknya tidak perlu diungkit kembali demi menghindari ganjaran yang terhapus layaknya debu terguyur hujan.

Pemberian barang atau hadiah menemui perbedaan bentuk-bentuknya bergantung kepada kondisi sosio-kultural sebuah daerah. Perbedaan tersebut ditengarai oleh karakteristik dan identitas masyarakat yang mendiami masing-masing daerah yang tentu saja beragam.

Semakin majemuk daerah maka akan semakin majemuk pula budaya pemberian barang yang terdapat di dalamnya. Salah satu rupa pemberian barang lazim dipraktikkan di pulau Madura dengan sebutan nyaba’ tolo.

Nyaba’ tolo digunakan oleh beberapa kalangan masyarakat Madura untuk menggambarkan pemberian hadiah oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan yang sedang terikat hubungan abhakalan atau pertunangan.

Nyaba’ apabila dibahasakan dipahami sebagai kegiatan meletakkan sebuah benda atau barang pada posisi tertentu. Adapun tolo merupakan terma bahasa Madura yang bermakna keramas. Umumnya, nyaba’ tolo dilakukan pada hari besar Islam seperti Idul Fitri dengan frekuensi sepanjang masa pertunangan masih mengikat para pihak.

Tidak ada argumentasi pasti mengapa manusia Madura akhirnya mengistilahkan pemberian barang di kalangan orang yang bertunangan sebagai nyaba’ tolo.

Apabila mengutip penelitian Muhammad Shofwan Nidhami pada tahun 2018, pemakaian istilah nyaba’ tolo oleh orang Madura terjadi lantaran barang yang diserahkan oleh pihak laki-laki lazimnya berupa seperangkat alat mandi yang identik dengan tindakan keramas.

Belakangan, alat mandi ini berkembang menyesuaikan dinamika zaman sehingga pemberian semasa pertunangan pihak laki-laki untuk pihak perempuan tidak terbatas pada satu-satunya alat mandi.

Mengamati tradisi nyaba’ tolo, saya sepakat dengan keyakinan Marcel Mauss akan simbol tersembunyi dalam sebuah pemberian barang. Pada tulisannya yang begitu terkenal pada pertengahan abad ke-20 mengenai pemberian barang atau hadiah, Mauss begitu yakin menyatakan bahwa tidak ada satupun barang gratis di dunia.

The Gift, judul buku Mauss yang begitu singkat namun padat ini menyuarakan gagasan penulisnya mengenai anggapan hadiah gratis yang dinilainya sebagai kesalahapahaman. Hadiah-hadiah diberikan akan tetapi harus dingat pula bahwa bersamanya ada tersemat misi baik materi lebih-lebih immateri.

Keseragaman teori Mauss dengan tradisi nyaba’ tolo berpijak pada tujuan dari adat tersebut di mana salah satunya mengharapkan bertambahnya keeratan hubungan kekerabatan di antara dua keluarga. Dilakukannya nyaba’ tolo pada sebagian orang Madura juga dianggap atensi pada ikatan pertunangan sehingga tagar menolak lupa di media sosial akan sangat cocok menggambarkan dinamika tradisi ini.

Hal penting lain dari teori Mauss sehubungan dengan nyaba’ tolo berkisar kepada argumennya mengenai pemberian barang yang mayoritas terjadi secara kolektif bukan individual. Begitu pula dengan penolakan barang yang dalam hemat Mauss rawan ditafsirkan sebagai penolakan terhadap ikatan sosial seperti kekeluargaan dan kebersamaan.

Adat nyaba’ tolo mengemban pula misi penunjukan i’tikad baik yang tetap terpelihara oleh kalangan laki-laki terhadap perempuan yang sedang dalam masa pertunangan. Benda-benda yang dihaturkan dalam nyaba’ tolo secara cerdas mengkomunikasikan niat baik tetaplah menjadi kebutuhan dasar manusia yang sedang dalam proses moghel oca’ yakni mengikat komitmen untuk tujuan hidup bersama kelak.

Di samping beberapa hal yang menyertai kebiasaan nyaba’ tolo, sekalipun secara spesifik tidak pernah ada dogma yang memerintahkan preservasi tradisi tersebut namun tampaknya hampir segenap masyarakat memufakatinya. Jamak didapati para perempuan Madura yang terikat pertunangan menerima selaur barang pada hari-hari besar untuk mengaminkan status yang disandang mereka.

Barangkali urf-lah basis hukum yang tepat untuk digunakan mengingat kebiasaan tersebut konsisten dipandang baik oleh manusia Madura.

Sisi baik yang terselip di balik tradisi nyaba’ tolo juga berangkat dari asumsi bahwa segala pemberian tentu saja memiliki timbal balik secara universal seperti diekspos oleh Jacques Derrida (1997).

Tidak ada satupun pihak yang dirugikan dari tradisi nyaba’ tolo namun justru bagian kelurga laki-laki dan perempuan yang bertunangan terhimpun pada sebuah jalinan kekerabatan di waktu yang sama.

Terlepas dari tafsir nyaba’ tolo, sepatutnya pula tidak dinafikan bahwa dalam beberapa kasus pemberian barang terkandung paham altruisme dan spontanitas yang meniadakan pamrih dan misi di dalamnya. Advis tersebut berasal dari Mark Osteen dalam tulisannya bertajuk The Question of the Gifts yang menyarankan pengalihan asumsi pemberian hadiah dari motif perhitungan menuju sifat altruisme.

Osteen berangkat dari keyakinan bahwa ada banyak golongan yang mengeluarkan beberapa bagian dari dirinya bahkan tanpa berpikir apa imbalan yang bakal diterimanya kemudian.

Osteen boleh mengutarakan sudut pandang akan tetapi nyaba’ tolo tampaknya bukan bagian dari perspektifnya. Hipotesis ini muncul disebabkan pertimbangan nyaba’ tolo yang lahir di ruang penuh pertimbangan sosial, budaya dan barangkali juga religi di dalamnya. Ada ragam alasan mengapa barang-barang diedarkan. Ada rupa pertimbangan mengapa hadiah-hadiah diserahkan.

Penulis : Syarifah Isnaini
Penulis merupakan mahasiswi Program Pascasarjana Interdisciplinary Islamic Studies di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga. Dalam rangka proses purna studi, saat ini penulis berdomisili di Yogyakarta. Penulis dapat dihubungi pada nomor telepon 0821-3812-9364 dengan sosial media @syarifahitsnaini (instagram) dan Syarifah Itsnaini (Facebook).

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button