Post Power Syndrome pada Lansia? Dokter Spesialis RSUDMA Menjelaskan
Administrator maduratoday.com
Sumenep, (Madura Today) – Dari banyak penelitian, diantara gejala yang dialami oleh orang lanjut usia (lansia) adalah masalah pada psikologis, fisik dan sosial.
Bahkan di beberapa kasus, gejala tersebut berujung pada dialaminya post power syndrome lantaran depresi yang dirasakan lansia tersebut.
Lalu, apa sih yang dimaksud post power syndrome dan bagaimana agar bahagia saat lansia?. Berikut ulasan dari dokter spesialis Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Moh. Anwar Sumenep, dr. Utomo, Sp. KJ.
Post power syndrome atau PPS merupakan keadaan yang menimbulkan gangguan fisik, sosial, dan spiritual pada lanjut usia saat memasuki waktu pensiun.
“Gangguan tersebut dapat menghambat aktifitas mereka dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Sehingga hal menjadi penting untuk diketahui bersama,” kata dokter Utomo saat jadi narahubung di Podcast RSUD Sumenep.
Untuk mempermudah memahami gejala PPS, dokter Utomo membagi masalah psikologis pada usia lanjut ini dalam beberapa tipe.
1. Tipe Konstruktif
Tipe ini adalah orang yang memiliki integritas yang baik saat masih bekerja, menjabat atau saat jadi orang penting.
“Tipe ini biasanya bisa menikmati masa lansia karena sifat mulai muda seperti sikap toleransi, humoris, dan fleksibel dibawa hingga ia pensiun,” ucap pria kelahiran Magetan ini.
2. Tipe Ketergantungan atau dependen
Lansia ini masih diterima di tengah masyarakat, tetapi selalu pasif tidak berambisi, tahu diri dan tidak memiliki inisiatif. Tipe ini cenderung senang menjalani masa pensiun dan biasanya senang makan minum serta liburan.
3. Defensif
Biasanya dulu memiliki pekerjaan atau jabatan tertentu. Bersifat selalu menolak bantuan, seringkali tidak bisa mengontrol emosi dan memegang teguh kebiasaannya.
“Biasanya memiliki sifat kongklusif aktif. Tipe ini takut menghadapi lansia dan tidak senang pensiun,” jelasnya.
4. Permusuhan/ hostility
Tipe ini menganggap orang lain yang menyebabkan kegagalannya. Selalu mengeluh, bersifat agresif, dan curigaan. Biasanya pekerjaannya dulu tidak stabil. Tipe ini mudah iri hati, senang mengadu untung untuk menghindari masa sulit.
5. Membenci
Tipe ini kadang suka menyalahkan diri sendiri, tak memiliki ambisi, mengalami penurunan kondisi sosio ekonomi. Mempunyai hobi sedikit, dan merasa menjadi korban keadaan.
“Nah, gejala post power syndrome bisa diketahui dari tipe-tipe di atas. Dan, menanganinya pun juga sesuai dengan stereo type di atas,” terang dia.
Menurut dokter alumnus Universitas Airlangga (Unair) Surabaya dan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang ini, banyak penelitian menyebutkan tipe di atas merata dialami oleh seseorang lanjut usia. Didasari atau berawal dari depresi lalu mengalami post power syndrome.
“Faktor PPS ini banyak dan beragam, biasa karena perubahan finansial, dari berkurangnya pemasukan dan menipisnya tabungan, atau dari punya jabatan menjadi tidak punya jabatan,” paparnya.
Lantas bagaimana menyikapi PPS yang dialami lansia dan agar masa lansia bahagia? Dokter Utomo membeberkan tipsnya. Bahwa bahagia saat lansia ada pada istilah ‘Bahagia’ itu sendiri.
B – Berat badan harus diupayakan senormal mungkin.
A – Aturlah makanan supaya seimbang, kurangi makanan berlemak, jenuh hewani dan kalori secara berlebihan.
H – Hindari faktor resiko degeneratif dengan pola makan dan pola hidup yang baik.
A – Agar terus berguna dengan mempunyai kegiatan atau hobi yang bermanfaat.
G – Gerak badan teratur wajib terus dilakukan
I – Iman dan taqwa ditingkatkan.
A – Awasi kesehatan dengan memeriksakan badan secara teratur.
Namun demikian, menurut dokter 49 tahun ini, kualitas hidup lansia juga ditentukan oleh perhatian anggota keluarga, istri anak atau cucu.
Keluarga dalam membantu lansia menghadapi masalah post power syndrome dapat dilakukan dengan tiga cara pendekatan yaitu pendekatan fisik, sosial, dan spiritual secara optimal.
“Keluarga hendaknya mengoptimalkan perhatian dalam menghadapi. Di samping itu juga, gejala PPS bisa dikonsultasikan kepada dokter. Kalau di RSUD Moh Anwar bisa datang ke Poli Psikiatri,” tandasnya.
Penulis : Rossy | Editor : Dewi Kayisna